25 May, 2015

Nikah Sirri, Keluarga Suami Memaksa Cerai


Seorang perempuan sebut saja Melati dengan status janda dua anak dinikahi siri oleh seorang perjaka. Lelaki ini sebut saja Andi bekerja di pengadilan negeri di Kalimantan. Alasan menikah sirri adalah karena ibu si Andi tidak akan setuju dengan pernikahan tersebut, lantaran Melati berstatus janda. 

Andi tadi nekad menikah sirri dengan Melati. Melati pun menerima dinikahi karena dijanjikan bahwa kelak, ketika mereka punya anak, ibu Andi tadi akan menerima keduanya.

Setelah keluarga Andi tahu, mereka tidak setuju dengan pernikahan tersebut dan memaksa Andi untuk menikah dengan perempuan lain, sebut saja Mawar. Meski Andi menerima dinikahkan dengan Mawar, ia tak mau tinggal dengan Mawar dan tetap tinggal bersama Melati dan buah hati mereka.

Kehidupan keduanya selalu dikejar-kejar dan diganggu keluarga Andi. Andi berupaya menceraikan Mawar, tetapi Mawar tidak mau. Bagaimana alternatif solusinya?






Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dan beberapa alternatif upaya yang bisa dijalankan.

1. Perkawinan siri tidak diakui oleh negara, maka anak yg lahir dari nikah siri sulit untuk diakui negara sebagai anak yang sah hasil perkawinan. Maka anak sulit mendapat akte kelahiran.

Alternatif solusinya adalah mengajukan penetapan perkawinan ke Pengadilan Agama setempat. Jika suami Anda pegawai pengadilan negeri, tentu ia tahu bagaimana prosedurnya. Setelah putusan tetap, akte kelahiran bisa diproses.

2. Meskipun seorang laki-laki tidak memerlukan wali untuk sahnya perkawinan, menikah tanpa restu orang tua adalah tindakan yang tidak patut. Tapi nasi sudah jadi bubur. Yang bisa dilakukan adalah bagaimana memperbaikinya.

Jika penetapan perkawinan dikabulkan pengadilan, maka negara mengakui rumah tangga Anda poligini (seorang suami dg 2 istri). Kedua perkawinan sama-sama diakui. Dalam kondisi seperti ini, yang perlu dilakukan adalah saling berkompromi di antara para pihak (3 pihak dan 3 keluarga besar masing-masing).

Kalaupun toh pengadilan tidak mengabulkan penetapan, maka kompromi adalah jalan terbaik. Jalurnya bisa melalui musyawarah mufakat atau mediasi. Bila perlu, mintalah tokoh masyarakat atau tokoh agama yang disegani seluruh pihak untuk menjadi mediator atau penengah.


No comments:

Post a Comment