25 November, 2009

Cerai Lewat SMS

Yth. Pengasuh

Saya baru menikah hampir 1 tahun. Saya dan suami tinggal berjauhan, karena tugas suami yang jauh dari rumah dan saya tidak bisa ikut karna memang tidak memungkinkan untuk pekerjaan suami saya.

Akhir-akhir ini kami terlibat konflik. Biasanya saya bisa bersabar saat berselisih dan menghadapi sikap dia. Tetapi entah kenapa kemarin saya ikut-ikutan emosi dan tidak bisa mengontrol nya. Kemudian saya minta cerai pada suami, lewat sms. Tapi tidak ditanggapi. Dan kami memilih untuk lost kontak beberapa hari untuk introspeksi diri. Namun kemudian saat kami kontak lagi emosi itu muncul lagi dan saya sekali lagi meminta cerai secara lisan lewat telepon, dan suami saya bilang "Amiin".

Yang saya tanyakan pak Nasrudin, dengan kata "Amiin" itu apakah berarti suami saya sama saja bilang "ya"? Dan apakah itu berarti saya sudah kena talak? kalo kena talak, talak berapa? Lalu apa yang sebaiknya saya lakukan?

Saya belum berani mengungkapkan hal ini kepada keluarga. Jadi saya minta tolong dengan sangat Bapak mau menjawab pertanyaan2 saya.

Terima kasih sebelumnya.

Salam,
Perempuan



08 September, 2009

Suami Kasar, Istri Minta Cerai (I)

Yth Pengasuh

Saya seorang wanita dengan dua anak perempuan yang berusia 2 dan 4 tahun. Saya sama sekali tidak mengetahui hukum. Maka dari itu ingin bertanya kepada Bapak mengenai proses perceraian. Kenginan saya bercerai timbul setelah mengarungi bahtera rumah tangga bersama suami selam lebih kurang 4 tahun.

Selama 4 tahun itu, saya selalu dimaki oleh suami dengan kata-kata kotor setiap harinya. Jika ada sesuatu yang tidak mengena di hatinya, maka saya akan dimaki. Walaupun sekarang dia tidak berani memukul ku karena saya pernah mengancam untuk bercerai dengannya. Tapi, Pak yang membuat saya tidak tahan hidup dengannya adalah dia sering mabuk-mabukan dan sering memakiku dengan kata kotor.

Bahkan, kadang dia bilang bahwa saya tidak ada apa-apa tanpa dia. Itu yang kadang membuatku tidak percaya diri.Yang saya ingin tanyakan kepada Bapak, Apakah ada undang-undang yang mengatur jika suami sering menghina sang istri..dan saya tidak punya uang untuk membayar pengacara, karena suami tidak penah memberi uang..

Ke manakah saya harus mencari seorang yang bisa membantu dan mendampingiku ketika mengurus masalah perceraian ini? Saya ada di daerah Medan, beragama Buddha.Terima kasih

Ibu di Medan

06 September, 2009

Sirri Dulu, Baru Studi...

Yth Bpk Pengasuh
Di tempat

Selamat siang, Pak.

Pak, sekarang saya tengah menjalin hubungan cinta dengan cowok saya. Ia seorang PNS. Dalam waktu dekat, ia mendapatkan beasiswa dari instansinya untuk melanjutkan studi di sebuah Perguruan Tinggi di Jawa.

Jujur, Pak, sebagai seorang perempuan, saya khawatir akan ditinggalkan oleh dia. Apalagi di Jawa katanya banyak cewek yang cantik-cantik. Kami kan sudah sangat saling mencintai sejak lama. Saya ingin agar hubungan kami bisa terus tetap berjalan.

Tapi ini, Pak. Keluarga dia katanya belum siap kalau kami menikah. Katanya, ia masih terlalu muda. Lagi pula, karirnya sedang memuncak. Cowok saya juga khawatir, setelah ia menikah, ia tidak bisa memberikan nafkah, terutama nafkah batin karena kami akan tinggal terpisah selama 4 tahun.

Saya sempat usulkan agar kami nikah siri dulu, dengan perjanjian bahwa kami akan menikah secara resmi setelah 4 tahun kemudian. Yang saya ingin tanyakan, apa yang harus saya lakukan untuk membuat perjanjian itu? Soalnya saya khawatir, kalau tidak dibikin surat perjanjian, cowok saya ini lari dari tanggung jawab.

Apa yang harus saya lakukan, Pak? Mohon penjelasannya ya, Pak.

Samarinda, 28 Agustus 2009
Hormat saya,

Perempuan


29 July, 2009

Dipermainkan Istri Empat Tahun

Assalamualaikum wr. wb.

Saya mau konsultasi. Mungkin Bapak bisa membantu atau mencarikan solusi yang terbaik. Apakah Pengadilan Tinggi Agama tidak bisa mengeluarkan akte apabila pihak tergugat tdk bersedia untuk diceraikan?

Padahal sudah jelas bahwa rumah tangga kami tidak bisa dipersatukan lagi dan sudah pisah secara hukum agama hampir 4 tahun lamanya. Harta gono gini juga sudah diselesaikan secara hukum perdata.

Sehingga terkesan PTA menggantung dan tidak memberikan keputusan yang jelas, dengan alasan berita acara rancu, dsb dan disuruh menunggu sampai pihak tergugat bersedia diceraikan. Padahal, pada saat persidangan tergugat menyatakan bahwa dia bersedia dicerai apabila sudah meninggal (alasan yang klise). Seandainya tergugat tetap keukeuh tidak mau dicerai, lalu solusinya bagaimana untuk saya?

Padahal saya juga ingin punya istri yang solekhah, dan membentuk rumah tangga yang sakinah, warahmah, dan mawadah. Selama ini apa yang menjadi tuntutannya sudah saya penuhi. Sejak awal menikah, karena pekerjaan saya yang sering mutasi, dia tidak pernah mengikuti saya, dan tidak mengurus saya selayaknya istri mengurus suami. Kami blm dikarunia anak.

Menginjak usia pernikahan ke-7, dia menggugat cerai saya, walaupun kemudian dia menarik kembali gugatannya padahal sidang peceraian sudah berlangsung beberapa kali. Akhirnya saya yang balik menggugat dia, karena sudah tidak tahan dengan segalanya, harga diri saya sebagai suami seperti tidak ada lagi. Sampai masalah kami dilimpahkan ke PTA belum juga ada keputusan dari PTA.

16 July, 2009

Pengantin Baru Direcoki Keluarga Istri


Selamat siang..


Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas dibukanya forum seperti ini.

Saat ini, saya sangat membutuhkan pertolongan penjelasan terhadap masalah keluarga yang saya alami.

Saya berniat ingin mengajukan perceraian terhadap istri saya, karena sudah tidak ada kecocokan dalam rumah tangga kami. Kami sudah menikah 6 bulan, kami beragama Kristen dan belum punya anak ataupun harta.

Masalah rumah tangga kami dicampuri oleh pihak keluarga istri saya den semakin membuat tekanan bathin dan mental terhadap saya. Sehingga, semakin rumah tangga kami tidak harmonis. Bahkan, sejak menikah, cuma sekali kami melakukan hubungan badan, itupun tidak dengan wajar/tuntas.

Saya putuskan [cerai] ini jalan terbaik bagi kami agar setidaknya saya dapat menjalani hidup dengan menjadi manusia yang lebih baik, tanpa tekanan dalam kehidupan rumah tangga yang hanya membuat kami merasa saling disakiti.

Yang ingin saya tanyakan:

1. Bagaimana tahapan pengajuan perceraian saya ajukan.

2. Sejauh mana pihak keluarga istri dapat mempengaruhi putusan pengadilan terhadap perceraian kami (tentu mereka tidak ingin anaknya akan diceraikan)

3. Kondisi-kondisi seperi apa yang dapat berpengaruh terhadap putusan perceraian kami oleh pengadilan.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Atas bantuan dan penjelasannya saya ucapkan banyak terima kasih.

NN di sebuah kota X

10 April, 2009

Ibu Dua Anak Diusir Mertua


-->
Yth pengelola
Weblog konsultanhukumku.blogspot.com

Saya seorang istri dengan 2 orang anak, 12 tahun dan 6 tahun. Semenjak saya menikah, saya tinggal di kediaman orang mertua di Solo. Selama itu, saya selalu menjadi isteri yang baik bagi suami, ibu yang baik buat anak-anak, dan menantu yang baik untuk mertua.

Tapi yang saya dapatkan justru di luar kehendak saya. Diam-diam, suami telah memiliki wanita idaman lain (WIL). Bahkan, ia sudah pernah berhubungan badan dengan perempuan tersebut, yang baru saja selesai kuliah di sebuah perguruan tinggi negeri di Solo. Hati ini hancur rasanya.

Yang lebih membuat hati ini tidak bisa menerima, adalah ibu mertua yang justru mendukung langkah suami saya yang berhubungan dengan perempuan itu. Padahal, usia pernikahan kami sudah 15 tahun. Selama itu, saya selalu mengalah, ketika ada benturan kepentingan antara saya dengan mertua.

Saya tidak habis pikir, ketika saya pada suatu hari diusir dari rumah oleh ibu mertua. Masalahnya sepele, hanya karena saya terlupa mengambil jemuran yang kehujanan saat ibu mertua bepergian. Saya merasa tidak bersalah, karena tertidur, bukannya sengaja membiarkan pakaian ibu mertua yang terjemur menjadi kehujanan.

Saya berusaha bersabar untuk tetap menerima perlakuan itu. Saat ini, saya kembali ke rumah orang tua saya di Semarang bersama putera kedua, yang saat itu tidak mau harus saya ajak. Sedang putera pertama saat itu sedang mengikuti kegiatan perkemahan pramuka di Kaliurang, Jogjakarta.

Jika seperti ini, langkah apa yang harus saya lakukan. Haruskah saya mengajukan gugatan cerai kepada suami saya? Atau bagaimana? Karena kakak dan keluarga saya sangat mendukung saya untuk itu. Mohon penjelasannya. Terima kasih.


*Identitas ada pada redaksi

29 March, 2009

Pokoknya cerai, Titik!

Kata ini menjadi senjata pamungkas yang disampaikan seorang ibu di muka pengadilan. Baginya, tampaknya cerai menjadi kata kunci yang tidak bisa diganggu gugat. Harga mati. Seolah-olah semua jalan sudah tertutup. Tiada alternatif lain yang bisa digunakan untuk menyelesaikan pelbagai problem keluarga, bahkan secara kekeluargaan.

Memang agak merepotkan, ketika hal-hal yang selayaknya bisa diselesaikan secara baik-baik dengan kepala dingin harus diselesaikan dengan kepala dan hati panas. Inilah yang jadi persoalan. Dikiranya, pengadilan bisa menyelesaikan segala masalah. Padahal tidak. Pengadilan hanyalah ultimum remidium, alternatif terakhir, setelah segala upaya tidak bisa membantu pemecahan masalah.

Tidak jarang, pernikahan yang sudah dijalankan sekian tahun harus berakhir dengan cara yang tidak mengenakkan. Beberapa pihak tidak bisa menyelesaikan pelbagai persoalan, karena berorientasi pada nafsu. Mereka tidak lagi memikirkan bayi yang digendongnya. Apa yang akan terjadi dengan bayi itu di kemudian hari, saat keluarga sudah berakhir? Yang ada hanyalah hasrat, semuanya harus berakhir sesegera mungkin.

Tapi apakah dengan berakhirnya hubungan perkawinan, otomatis segala persoalan yang dihadapi berakhir dengan sendirinya? Belum tentu. Justru sebaliknya. Karena putusnya hubungan perkawinan, otomatis membawa putusnya hubungan keluarga akan membawa efek baru pada perubahan dan kegoncangan, tidak hanya di kalangan mereka, juga masyarakat di sekitar mereka.

Selayaknya, perceraian dijadikan sebagai penyelesaian terakhir setelah segala macam cara penyelesaian problem diupayakan. Perceraian selayaknya dipikirkan masak-masak. Barang kali sebuah keluarga perlu merenung dan memikirkannya selama beberapa hari sebelum mengambil keputusan cerai. Cobalah lakukan pisah ranjang terlebih dahulu, agar tahu rasanya bagaimana jika kemudian benar-benar jadi bercerai.

Coba perhatikan terlebih dulu kondisi anak-anak. Tidakkah kita berdosa ketika membiarkan anak-anak kita tumbuh dengan tidak ada pendampingan dari keluarga yang utuh dan sempurna? Coba bayangkan anak itu adalah diri kita, adakah kita mau jika kita harus kehilangan keluarga? Bagaimana kita bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa kelak?

Adalah benar, secara hukum, pernikahan bisa diakhiri dengan perceraian ketika ada beberapa hal yang menjadi alasannya. Sesuai dengan KHI pasal 116, “Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan [f] antara suami-istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”

Akan tetapi, hal-hal yang bisa diselesaikan dengan baik-baik selayaknya bisa diselesaikan dengan baik-baik pula. Kecuali kalau memang ada alasan serius yang benar-benar tidak bisa diselesaikan, seperti pasal 116 KHI, [a] salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat, dan lain sebagainya dan sukar disembuhkan.

Atau seperti yang disebutkan PP 9/1975 pasal 19 [b], “Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:[b] salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.”

Dalam hal-hal ini, juga diperlukan ketegasan dalam mengambil keputusan. Dan keputusan yang diambil, jangan hanya karena nafsu, segala aspek yang berkaitan layak untuk dipertimbangkan, terutama berkait dengan masa depan anak (hadhanah), biaya hadhanah anak, dan harta bersama (gono-gini). Beberapa hal ini perlu dipertimbangkan masak-masak, terutama saat mengajukan surat gugatan cerai atau permohonan ikrar talak.

Hal ini agar ke depan jangan sampai terjadi persoalan lagi. Kecuali hal-hal di atas bisa diselesaikan secara baik-baik. Tapi pertanyaannya kemudian, jika persoalan gono-gini dan hadhanah anak bisa diselesaikan dengan baik-baik mengapa soal keluarga harus dicerai di muka pengadilan? Sekali lagi, perlu pertimbangan masak-masak.

Dalam pengajuan gugatan juga perlu diperhatikan, akan lebih baik jika hak-hak yang potensial disengketakan pasca perceraian juga diajukan sekaligus berbarengan dengan permohonan cerai. Hal ini akan menghemat waktu, tenaga, dan biaya.

Sampai di sini dulu, untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi konsultanhukumku@gmail.com. Terima kasih.

20 March, 2009

Nikah Siri dalam Hukum Indonesia


-->Bapak pengasuh Konsultasi hukum yang terhormat.

Saya seorang perempuan, 20 tahun, mahasiswi di sebuah perguruan tinggi swasta di Semarang. Saat ini, saya sudah berpacaran dengan kakak angkatan, sebut saja Mas X sejak semester pertama hingga semester 6. Orang tua saya setuju dengan Mas X.

Keluarga Mas X juga bisa menerima saya. Hanya saja, ketika Mas X diminta keluarga saya untuk menikahi saya, ia menyatakan belum siap. Karena ia masih kuliah dan belum memiliki pekerjaan tetap. Ia khawatir jika tidak bisa menafkahi saya.

Tetapi, keluarga sudah tidak sabar lagi, karena khawatir dengan gaya pacaran kami yang di mata mereka tidak baik. Padahal, yang kami lakukan, juga banyak dilakukan remaja-remaja lain. Tapi akhirnya, karena desakan yang terus-menerus dari keluarga saya, akhirnya Mas X mau menikahi saya, tapi secara sirri pada akhir 2008 lalu.

Saya merasa tenang sekarang, karena secara agama status hubungan kami sudah berubah: suami isteri. Sehingga, tidak ada perzinahan. Itu kata Pak Ustad yang menikahkan kami. Tapi saya khawatir, karena pernikahan kami tidak dicatatkan di KUA. Kata kawan-kawan, pernikahan kami belum sah secara negara. Benar gak sih?

Jika tidak sah secara negara, lalu apakah kami melanggar undang-undang dan bisa dipenjara? Saya khawatir, jika suatu saat ada sesuatu, sementara kami tidak memiliki bukti tertulis. Karena kata kawan kami yang mahasiswa hukum, bahwa pembuktian itu harus pakai Akta Nikah. Padahal kami tidak punya itu.

Mohon Bapak berkenan memberikan solusi.

(perempuanjingga@xxxxxx.xx.xx di Semarang)